“TRANSFORMASI STAIN TEUNGKU DIRUNDENG MEULABOH MENUJU PERGURUAN TINGGI UNGGUL DAN BERDAYA SAING”
Komitmen Pengasuhan Positif di Masa Pandemi
Komitmen Pengasuhan Positif di Masa Pandemi
(Reni Kumalasari, MA)
Awal tahun 2020 masyarakat dunia dihadapkan dengan wabah global yang disebut pandemi. Pandemi menuntut perubahan dalam menjalani kebiasan hidup, terutama dalam kehidupan keluarga. Sebelum pandemi, hampir semua anak bisa menghabiskan waktu sekitar 10 jam di luar rumah. Di masa pandemi anak-anak sudah tentu menghabiskan hampir 24 jam di dalam rumah bersama anggota keluarga lainnya. Semua kegiatan dilaksanakan di rumah saja. Data dari Unicef (2020) menyebutkan terdapat 2,34 milyar anak yang berusia di bawah 18 tahun dari 186 negara berdampak pembatasan fisik (physical distancing). Tingginya intetisitas anak berada di dalam rumah di masa pandemi menyebabkan 2 dari 3 anak di dunia menjadi korban kekerasan domestik.
Secara naluriah, setiap orang tua tentu tidak ingin menyakiti darah dagingnya sendiri. Namun adanya perubahan rutinitas dalam keluarga di masa pandemi mengganggu kesehatan mental keluarga selama berada di rumah saja. Perubahan dalam anggota keluarga berbeda-beda. Bagi seorang ayah, terjadinya perubahan rutinitas kerja dan pembagian waktu memberi dampak pada keluarga. Bagi ibu, adanya penambahan tugas dan peranan juga bertambah (terlebih lagi jika si ibu juga bekerja), karena semakin lama durasi bersama dengan anggota keluarga. Bagi anak, perubahan yang terjadi meliputi perubahan rutinitas sekolah atau belajar, kegiatan bersosialisasi, dan aktivitas outdoor.
Kondisi dalam keluarga semakin tidak nyaman jika terjadi dengan beberapa sebab. Pertama, kekhawatiran akan sumber penghasilan. Orang tua yang bekerja menjadi lebih stres memikirkan pemasukan yang berkurang untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Terutama bagi mereka yang bekerja di sektor non-formal. Kedua, kesulitan pengelolaan kegiatan belajar anak. Orang tua dan sekolah (guru) gagap mengelola kondisi belajar jarak jauh sehingga muncul stres pada masing-masing pihak. Kondisi yang terjadi selama masa karantina ini dapat berdampak negatif terhadap kondisi psikologis yaitu gejala post-traumatic stress, kebingungan, dan kemarahan pada anggota keluarga yang dapat berimbas terjadinya kekerasan pada anak. Pada kondisi seperti ini sangat diperlukan komitmen melakukan pengasuhan positif (positive parenting) agar anak dapat berkembang secara optimal di masa pandemi.
Apa itu pengasuhan positif?
Program pengasuhan positif merupakan sistem pengasuhan yang dikembangkan oleh Sanders. Program ini dikembangkan untuk orang tua yang mempunyai anak dengan usia di bawah tiga tahun, pra-sekolah dan remaja sampai mencapai 16 tahun (Wijaya, 2015).
Dikutip dari website kemendikbud.go.id, pengasuhan positif adalah pengasuhan berdasarkan kasih sayang, saling menghargai, membangun hubungan yang hangat antara anak dan orang tua, serta menstimulasi tumbuh kembang anak agar anak tumbuh dan berkembang optimal. Pengasuhan ini berupaya untuk memberikan lingkungan yang bersahabat, ramah anak tanpa kekerasan. Dalam metode pengasuhan ini kita tidak mengajarkan anak disiplin dengan memberinya hukuman, tapi mengajarkan disiplin dengan cara memberitahunya mana perilaku yang salah dan mana yang benar.
Pengasuhan ini memiliki lima prinsip dasar. Pertama, menyediakan lingkungan yang aman bagi anak-anak dengan mengawasi, melindungi, dan memberikan kesempatan bagi mereka untuk mengeksplorasi, bereksperimen dan bermain. Kedua, menciptakan lingkungan belajar yang positif dimana orang tua menjalankan peran mereka sebagai guru bagi anak, dan merespon secara positif dan konstruktif ketika berinteraksi dengan anak. Ketiga, disiplin asertif, yaitu orang tua harus menghindari penggunaan disiplin negatif dan tidak efektif seperti berteriak, mengancam atau menggunakan hukuman fisik. Keempat, harapan yang realistis, yaitu orang tua memiliki harapan-harapan, kepercayaan dan asumsi-asumsi tentang penyebab perilaku anak, kemudian memilih tujuan yang tepat dan realistis sesuai dengan perkembangan anak. Kelima, mengajarkan keterampilan pengasuhan praktis yang dapat diterapkan oleh kedua orang tua. Keterampilan mengeksplorasi keadaan emosional orang tua dan mendorong orang tua mengembangkan strategi koping untuk mengelola tekanan dan emosi negatif berkaitan dengan pengasuhan, termasuk stres, depresi, kemarahan, dan kecemasan (Markie-Dadds & Sanders, 2006). Tujuan dari penagsuhan ini adalah dapat membuat anak tumbuh menjadi pribadi yang mandiri dan bertanggung jawab.
Ada beberapa strategi pengasuhan positif yang dapat dilakukan orang tua selama masa anak sekolah dari rumah di masa pandemi ini. Pertama, menciptakan suasana belajar aman, nyaman dan menyenangkan. Kedua, menciptakan suasana positif yang mendukung proses belajar. Tiga, melakukan proses belajar dengan disiplin postif. Empat, mmberikan ekpresi yang realistis pada saat anak belajar. Kelima, mencoba melibatkan anak dalam berbagai aktivitas di rumah, misalnya membereskan tempat tidur, menata alat dan bahan main, memilih menu makanan, memasak di dapur, mencuci buah-buahan, dan berbagai aktivitas lainnya. Perlu dipertimbangkan untuk orang tua sebaiknya menyesuaikan aktivitas tersebut dengan usia dan tahap perkembangan anak. Kelima, orang tua dapat membacakan buku, mengajak anak membaca bersama-sama atau bercerita. Ketujuh, orang tua tetap rileks, tenang dan dapat mengelola stres. Masa-masa ini adalah masa saat stres mudah menyerang. Rawat diri agar kita bisa merawat anak-anak.
Sampai saat ini memang tidak ada sekolah khusus untuk menjadi orang tua, tetapi orang tua perlu mempelajari pola pengasuhan yang positif agar dapat membentuk karakter yang sehat di masa yang akan datang. Kita tidak tahu kapan masa pandemi ini akan berakhir, untuk itu diperlukan komitmen dalam menerapkan pola pengasuhan positif agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Apalagi setiap orang tua tahu bahwa anak merupakan amanah terbesar bagi setiap orang tua. [*]