Orientasi Ilmu Hadits Dalam Berkomunikasi

Orientasi Ilmu Hadits Dalam Berkomunikasi

Oleh: Hanif M. Dahlan, Lc., M. A

Ilmu hadits sering kali dianggap ilmu kuno karena mempelajari dan mengkaji keafsahan berita ribuan tahun lalu. Lebih lagi ilmu ini dianggap tidak fleksibel cenderung berdiri sendiri tanpa hubungan dengan ilmu lainnya, sehingga membuat ilmu ini semakin tidak popular di kalangan para pelajar. Bahkan berefek pada tidak berkembangan kajian ilmu ini sebagaimana kajian keilmuan lainnya.

Padahal, ilmu ini selain menjaga kemurnian perkataan nabi juga memberikan teori kepada kita bagaimana harusnya kita menyikapi setiap berita yang datang kepada kita demi terhindar dari fitnah berita dusta, hoak dan sebagainya.

Lihat saja bagaimana ulama terdahulu telah menyimpulkan syarat agar hadits dianggap shahih dan dapat diamalkan. Bersambung sanad sebagai contoh syarat pertama, memberi makna setiap perawi telah meriwayatkan hadits langsung dari gurunya. Hal ini memberikan kejelasan kepada kita dalam berkomunikasi hendaknya berita yang kita terima mestilah langsung dari orang yang menyaksikan berita tersebut atau setidaknya mendengar dari sumber yang terpercaya tidak dari berita yang umumnya tersebar dari mulut ke mulut tanpa kejelasan siapa sumbernya.

Selain itu, seorang perawi mestilah bersifat Adil dan Thabit. Bermakna bahwa setiap perawi punya kemapanan dalam unsur agama yang menjaganya dari bersikap tidak terpuji bahkan terhindar dari karakter yang tercela dan memiliki kemapanan dalam menjaga keotentikan berita. Hal ini memberikan kejelasan bahwa dalam meliput atau sekedar mendengar berita hendaklah bersandar kepada orang orang terpercaya dan kuat ingatannya dalam merincikan berita, sehingga berita tersebut benar sebagaimana adanya dan tidak menyimpang.

Begitu juga syarat sebuah periwayat mestilah tidak Syaz dan tidak memiliki ‘illat. Bermakna bahwa sebuah periwayatan mestilah tidak bertentangan dengan sumber yang lebih terpercaya dan terbebas dari cacat. Hal ini memberikan sebuah kejelasan pula bahwa sebuah berita yang disampaikan hendaklah jauh dari kesalahan baik terkait kejadian, waktu dan tentunya informasi yang ingin disampaikan.

Pada akhirnya, tidak berlebihan jika kita sebut bahwa ilmu hadits justru menjadi pembuka jalan lahirnya ilmu jurnalistik. Ilmu yang berorientasi pada peliputan berita dan menyampaikannya kepada khalayak ramai untuk menjadi informasi publik. Ilmu ini jelas memiliki karakteristiknya sendiri, namun tentu tidak akan jauh dari sebuah proses peliputan sebuah berita dengan cara yang benar dan dari sumber terpercaya untuk menyembarkannya dengan penuh amanah.

Ulfa Khairina

http://admin

Related post