“TRANSFORMASI STAIN TEUNGKU DIRUNDENG MEULABOH MENUJU PERGURUAN TINGGI UNGGUL DAN BERDAYA SAING”
Tentang Perempuan

Ketika berbicara tentang perempuan, yang terlintas dipikiran kita adalah kecantikan, keindahan, keanggunan, dan segala hal yang membuatnya semakin menarik. Memang perempuan dan kecantikan adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Namun standar cantik tidak melulu tentang kulit yang putih, hidung yang mancung dan berat badan yang sesuai dengan standar nya orang Indonesia. Sejak dilahirkan ke dunia, perempuan membawa cerita baru di kehidupan orang tuanya. Di kalangan masyarakat berkembang keyakinan bahwa anak perempuan punya tugas lebih dalam keluarga. Sebab anak perempuan memiliki sifat kepekaan dan kepedulian lebih tinggi dibanding anak laki-laki.
Menurut saya perempuan seharusnya berhak mendapatkan kesempatan yang sama dengan laki-laki. Mereka berhak melakukan dan memilih apa yang mereka inginkan selagi itu bukan hal yang buruk. Dilingkungan saya perempuan kebanyakan tidak bisa bisa memilih sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Seolah perempuan memang ditakdirkan hanya untuk mengurus rumah tangga. Sejauh ini budaya patriarki masih langgeng berkembang ditatanan masyarakat Indonesia. Budaya ini dapat ditemukan diberbagai aspek kehidupan seperti ekonomi, politik, budaya, pendidikan, hingga hukum sekalipun. Budaya tersebut menjadikan adanya ketidaksetaraan gender yang memposisikan laki-laki sebagai pihak yang kuat, dan berkuasa, dari pada perempuan. Di Indonesia hubungan antara laki-laki dan perempuan masih didominasi dan dipengaruhi dengan idologi gender yang menumbuhkan budaya yang bernama budaya patriarki. Sistem patriarki yang mendominasi kebudayaan mendorong terbentuknya kesenjangan dan ketidakadilan gender, yang mempengaruhi berbagai bidang dan aspek kegiatan manusia. Sehingga posisi dan peranan laki-laki memiliki porsi yang lebih besar dan dominan dibandingkan posisi perempuan.
Melihat perkembangan industri yang sangat pesat utamanya yang berkaitan dengan dunia perempuan seperti fashion, kecantikan, teknologi, pendidikan, bahkan sampai ke ranah perpolitikan, seharusnya bisa menjadi peluang bagi perempuan untuk melebarkan sayapnya dan menggaungkan semangat untuk bersaing secara positif dalam dunia industri. Namun pada kenyataannya banyak perempuan yang tidak peduli akan hal itu, betapa tidak, seolah sebagian perempuan terlena dengan segala fasilitas yang ada. Mereka hanya disibukkan dengan sesuatu yang tidak produktif seperti sibuk mengurusi outfit yang cocok dikenakan dalam sebuah event atau saat nongkrong, sibuk memilih merk skincare terbaru, sibuk curhat di media sosial dan bahkan pelajar SMA lebih sibuk dalam dunia perpacarannya ketimbang serius dalam pelajaran sehingga, alih alih mereka berencana melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, justru mereka lebih tertarik untuk menentukan tipe suami yang mereka idamkan.
Sejalan dengan perkembangan zaman, perempuan terus berkembang dan berubah. Perempuan adalah simbol keindahan nan kuat, dengan kasihnya, kesabaran, ketulusan dan ketekunannya, ia bisa bergerak diranah domestik maupun diranah publik. Sebagai perempuan masa kini, atau yang akrab kita sebut sebagai perempuan milenial seharusnya mampu harus mempunyai semangat yang lebih dalam mengembangkan potensi diri. Jangan sampai kita terbelenggu pada doktrin yang mengatakan bahwa kodrat perempuan adalah dirumah mengurus anak dan berbakti kepada suami. Bukan berarti kita tidak boleh melakukan hal tersebut, tapi jika kita mampu mengembangkan potensi diri dan menjadi bagian untuk berkontribusi bagi bangsa maka akan lebih baik lagi.
Banyak perempuan yang tidak menyadari potensinya. Mereka terkadang malah merendahkan diri sendiri dengan ketidakyakinannya terhadap kemampuan yang dimiliki. Padahal perempuan terbiasa bekerja lebih keras dibanding laki-laki. Misalkan untuk mencapai tujuan yang sama, perempuan harus mendobrak sepuluh pintu terlebih dahulu, sedangkan laki-laki hanya perlu mendobrak satu dua pintu. Dalam hal ini, alih-alih memberikan dukungan, masyarakat malah berdalih bahwa perempuan tak perlu menginginkan pencapaian yang tinggi. Mereka menilai perempuan selalu dibatasi oleh kodratnya. Motivasi dari dalam diri perempuan yang minim, juga dilatarbelakangi banyak faktor. Mulai dari pendidikan patriarki di lingkungan keluarga yang masih sering kita temukan, stereotip peran gender dalam adat dan budaya, mitos-mitos, sampai interpretasi agama kerap dijadikan “senjata” untuk memukul mundur perempuan dari hak memperoleh pendidikan dan berpikir merdeka. Mulutnya kerap kali dibungkam.
Memang bukan hal mudah. Ketika perempuan memiliki kesempatan dan akses dalam berbagai lini kehidupannya untuk memiliki peran lebih dari kebiasaan masyarakat, beban ganda harus siap diembannya. Terlebih bagi mereka yang sudah menikah. Peran sebagai istri, ibu, anak dari orang tua dan mertuanya, pelajar, pekerja, dan seorang aktivis harus sekaligus dimainkannya. Terlepas dari semua hambatan tersebut, perempuan harus memiliki kemauan dan kesadaran kuat untuk mendapatkan hak-haknya. Termasuk hak kemerdekaan berpikir dan memperoleh pendidikan. Perempuan harus percaya diri dan yakin akan kemampuannya. Perempuan bisa mengambil peran apapun dan mendobrak segala stigma yang menghadangnya. Setara, dan sama hak nya dengan lelaki.
Artikel By Oka Rahmadiyah