“TRANSFORMASI STAIN TEUNGKU DIRUNDENG MEULABOH MENUJU PERGURUAN TINGGI UNGGUL DAN BERDAYA SAING”
ACEH, KANDANG SAPI TERPANJANG DI DUNIA

ACEH, KANDANG SAPI TERPANJANG DI DUNIA
Sekilas menelusuri kembali sirah nabi Muhammad SAW, manusia pilihan yang dengan pengorbanannya telah membawa umat manusia ke alam yang penuh dengan peradaban. Seorang manusia mulia yang sedari kecil telah menjadi pengembala hewan ternak milik sang kakek ini selalu disiplin dalam menjalankan kewajibannya menjaga hewan ternak. Sudah sepatutnya menjadi panutan bagi umat muslim sekarang ini. Melepas dan menjaga hewan ternak di tempat yang sudah ditentukan agar terciptanya ketertiban bagi umat manusia itu sendiri. Berbeda dengan keadaan pada saat ini, masyarakat Aceh yang dominan mengikuti perbuatan Rasul sebagai pengembala, tidak semuanya benar-benar meniru sang uswatun hasanah tersebut. Kenyataan yang ditemukan, mereka yang mempunyai hewan ternak tidak mempunyai tanggungjawab yang besar. Mereka hanya sekedar melepas hewan ternak mereka di sembarang tempat dan tidak memulangkannya ke dalam kandang pada sore harinya. Perbuatan yang dapat dikatakan seenaknya ini tentu sangat mengganggu dan meresahkan masyarakat. Mengapa tidak, banyaknya kecelakaan yang terjadi disebabkan oleh hewan ternak seperti sapi, kambing dan kerbau yang berkeliaran di jalan. Tentu saja kita selaku manusia tidak bisa serta merta menyalahkan si hewan. Karena Allah selaku pencipta seluruh makhluk telah menggariskan bahwa manusia dan hewan sangat berbeda. Manusia dikaruniai akal pikiran sehingga dapat memikirkan segala sesuatu yang baik dan buruk. Sedangkan hewan hanya memiliki insting dan nafsu sehingga segala perbuatan yang dikerjakan tidak berfikir baik buruknya.
Melalui tulisan ini penulis mencoba menelisik fenomena tersebut melalui kacamata komunikasi jurnalistik. Perkara ini tentu menjadi PR kita bersama dimana semua pihak termasuk jurnalis sebagai media informasi harus mengkaji ini sebagai permasalahan serius. Pemberitaan jurnalisme bencana rasanya pantas untuk terus memuat berita seperti ini. Karena tingkat kecelakaan dan kerugian yang dialami akan sangat besar sehingga pantaslah bila ini dikategorikan bencana atas kesalahan manusia, bukan alam. Walaupun ini permasalahan yang klasik namun ternyata jurnalisme bencana sebagai penyampai informasi belum mampu untuk menyadarkan semua pihak. Dimanakah tanggung jawab ‘manusia’ sebagai sang pemilik hewan ternak ini. Apakah mereka telah melupakan sang pengembala sejati yang menjadi contoh bagi seluruh umat muslim. Semua kembali kepada kesadaran individu dalam menjalankan apa yang telah diajarkan oleh Rasul. Tentu saja kita berharap masalah ini mendapat perhatian serius dari sang pemilik hewan ternak agar terciptanya ketertiban dan kenyamanan bagi kita bersama.
Dalam permasalahan ini bisa jadi sang pemiliklah menjadi pihak yang bersalah karena telah melakukan perbuatan yang sangat tidak bertanggung jawab dengan melepaskan hewan ternaknya di sembarang tempat, tanpa memikirkan hal apa yang akan terjadi. Tidak sedikit kecelakaan yang timbul sama-sama memakan korban dari kedua belah pihak, baik dari si manusia maupun si hewan. Tidak sedikit hewan ternak ataupun pengendara yang menjadi korban di akibatkan oleh permasalahan ini. Hal seperti ini tentu saja tidak menjadi permasalahan spele bagi pemerintah daerah. Segala cara telah ditempuh dari pemasangan pamflet berisikan larangan untuk melepas hewan ternak sembarangan sampai penertiban yang dilakukan oleh Polisi Pamong Praja Kota. Upaya yang dilakukan pemerintah selama ini dapat dilihat dengan adanya rambu-rambu atau tanda yang menunjukkan rawan binatang ternak, sehingga para pengendara dapat meningkatkan kewaspadaan. Namun tetap saja tidak menjadi sebuah permasalahan serius bagi si pemilik hewan. Pemandangan yang terjadi di ruas-ruas jalan nasional yang membentang di barat dan di timur pesisir Aceh tetap saja masih menjadi kandang hewan ternak terpanjang, di dunia mungkin. Hewan ternak yang berubah menjadi hewan liar ini tidur di badan-badan jalan yang tentu saja selalu ramai oleh kendaraan. Mungkin diharapkan pemerintah daera dapat lebih tegas menanggulangi fenomena ini untuk menyelesaikan permasalahan kecelakaan yang disebabkan oleh binatang ternak. Menyoe koen matee leumo, matee ureng.